"Bahasa bukanlah perpanjangan pikiran.....
Bahasa merupakan medium untuk memproyeksikan gagasan abstrak menjadi sebuah kenyataan"

JOHN DEWEY

Rabu, 31 Oktober 2012

“MENEGUK KISAH”





       Aktifitas perkuliahan yang cukup padat beberapa bulan terakhir ini membuatku tak lagi sempat melakukan ritual rutin yang biasa aku lakukan sehabis jam kuliahku usai, tapi hari ini aku benar-benar rindu berada disekeliling jejeran rak sambil membuka lambar demi lembar tiap buku yang judulnya  menarikku untuk membacanya.
   Tepat pukul 4 sore mata kuliah Kajian/Apresiasi Drama pun usai, sambil menyapa beberapa teman untuk berpamitan pulang. Otakku pun mulai bernalar memilah milih toko buku yang akan aku tandangi hari ini. Saking senangnya membaca buku, aku punya beberapa toko buku favorit yang bukunya memang selalu membiusku untuk memilikinya, dan hari ini pilihanku tertuju pada toko buku milik Bunda Nala, “JUNI”. Awal ketertarikanku dengan toko buku ini adalah namanya yang mirip dengan bulan lahirku dan juga namaku sendiri, “JUNI’. Karena rasa penasaranku dengan kemiripan itu, tempo hari aku bertanya pada Bunda Nala mengenai hal tersebut, Bunda Nala pun memberi tahu bahwa nama toko bukunya itu terinspirasi dari nama anaknya yang sudah meninggal sejak lima tahun yang lalu.
         Setelah mendapatkan dua buah buku yang sangat inspiratif, puas menjelajahi hampir seluruh isi toko dan juga melepas rindu pada Bunda Nala yang memang sudah beberapa lama tidak bertemu, aku pun berpamitan untuk pulang.
        Sambil menunggu angkutan umum, jemariku kutarikan di atas tombol-tombol hpe yang fonem-fonemnya sudah mulai lusuh karena seringnya kuraba, ya…..aku sibuk membalas pesan yang dikirim oleh bundaku, sepertinya beliau sudah sangat khawatir karena aku belum juga sampai di rumah. Tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar ditelingaku dari arah belakang dengan sapaan favoritku, “dinda”. Benar saja, seperti dugaanku, dia adalah K’ Vivid. K’ Vivid adalah seniorku di kampus dengan jurusan yang sama, Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia, dia juga adalah salah seorang wanita yang ku kagumi selain bundaku, kakak perempuanku, dan Oky Setiana Dewi,  karena motifasi-motifasinya yang luar biasa dan tutur katanya yang begitu santun, saking akrabnya, orang sering mengira bahwa kami seayah ibu.
            ‘Assalamualaikum dinda…”. Sapanya dengan ringan.
            ‘Wa alaikum salam warahmatullah….K’ Vid, ngapain di sini?”. Tanyaku agak sedikit terkejut.
            “Mau berkunjung ke rumah teman yang lagi sakit, rumahnya tidak jauh dari sini”. Sambil menunjuk kearah sebuah gang yang nampaknya cukup lengang.
            “Ohw….”. Jawabku singkat.
            Ditengah percakapan, terdengar alunan suara Maher Zaen yang begitu sangat merdu seketika membuyarkan fokus kami yang tengah larut dalam adukan keakraban. Alunan suara itu ternyata berasal dari hpe K’ Vivid yang berada digenggaman tangannya. Sembari meletakkan hpe di telinga, K’ Vivid pun melangkah kecil agak menjauh dari tempat dimana aku berdiri. Selang beberapa menit kemudia K’Vivid kembali menghampiriku.
 “Maaf ya dinda, lain kali ngobrolnya disambung lagi, karena sudah sedari tadi saya ditunggu oleh teman di sana”. Tiba-tiba K” Vivid nampak terburu-buru sesaat setelah menerima telfon dari seseorang yang entah aiapa.
“Assalamualaikum…..”. Sambil menjabat tanganku kemudian berlalu dari hadapanku.
“Wa alaikum salam warahmatullah….”Jawabku sambil melempar senyum ke arahnya.
            Beberapa menit kemudian aku pun naik ke angkutan umum yang akan membawaku kembali ke rumah. Sesak, itu yang aku rasakan saat kududukkan badanku di dudukan yang lagi tidak terasa empuk. Bagaimana tidak, selain sudah sesak dengan manusia mobi ini juga disesaki barang bawaan masing-masing penumpang. Wajah lusuh dan lelah tergores diraut yang kupandangi satu persatu, inilah pemandangan malam yang menjadi konsumsiku saat senja bergulir remang.
            1 jam perjalanan, akhirnya tiba juga di rumah, dan seperti biasa…..bunda menyambutku dengan pelukan hangat yang disusul berondongan pertanyaan dari mana, dengan siapa, kenapa, dan sebagainnya. Heemmm……itulah bundaku dengan rasa perhatiannya, tidak cuma padaku tapi juga kepada orang seisi rumahku.
$$$$$
            Sembari menunggu Syfa sahabatku datang, aku mampir dulu sejenak di warung Pak Jafar yang letaknya tepat berada di sebelah kanan pintu masuk kampus untuk sekadar melepas dahaga yang sedari tadi seolah mencekik keronkonganku. Ini hari memang mentari menyapa dengan bringasnya, al hasil jejeran penjual minuman dingin pun bak panen rupiah di padang pasir dan semua orang bak antri sembako menunggu giliran namanya dipanggil, tapi inilah gambaran adilnya Allah SWT., dibalik teriknya matahari ada hamba-Nya yang lain sedang mengais rejeki untuk menyambung nafas.
Lima menit berlalu Syfa pun datang menghampiriku, sembari menunggu jam mata kuliah dimulai, seprti biasa kami selalu berdiskusi kecil tentang berbagai hal, kali ini kami berdiskusi mengenai rubrik yang harus aku isi pada sebuah majalah tempatku bekerja. Aku adalah seorang jurnalis, ya….itulah salah satu aktifitasku selain menjadi seorang mahasiswa. Ketertarikanku menjadi seorang jurnalis mungkin karena kegemaranku menulis. Kali ini aku ditugasi untuk mengisi rubrik sosial dengan topik “Seks Komersial’. Topik yang cukup berat untukku, tapi sebagai jurnalis yang professional tak boleh ada kata sulit, semuanya harus dikerjakan dengan penuh tanggung jawab terhadap apa yang nantinya akan tersaji di hadapan publik.
Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 13:00 WIB, aku dan Syfa  segera beranjak dari mesjid kampus, karena setelah tadi mampir sejenak di warung Pak Jafar, kami berdua pun menyempatkan diri untuk shalat dzuhur terlebih dahulu sebelum masuk kelas untuk mengikuti perkuliahan yang sudah berderet sampai malam nanti.
#####
            Sekarang adalah hari ahad, kali ini aku tak ingin seperti pekan-pekan kemarin, walau hari libur aku tetap beraktifitas di luar rumah, pokoknya hari ini tidak ada aktifitas selain berkumpul bersama ibu, ayah, dan kakak perempuanku satu-satunya.
            Pagiku dimulai dengan membantu ibu mempersiapkan sarapan pagi.  Sembari bersibuk-sibuk ria, aku dan ibu berbincang-bincang santai. Tiba-tiba ibu menghentikan adukan nasi gorengku dengan pertanyaannya.
            “Ni, kok Vivid sudah tidak pernah mampir ke rumah lagi, kalian ada masalah ya?”. Tanya bunda dengan ekspresi yang sangat serius.
            “Tidak ada masalah kok bun, mungkin K’ Vivid lagi sibuk mengurusi skripsinya, Juni juga jarang bertemu K’ Vid di kampus, hpe-nya juga tidak aktif”.Jawabku dengan muka santai, padahal pikiranku melayang.
            Sejak malam itu, di depan toko buku Bunda Nala. K’ Vivid tidak pernah lagi ku lihat dan ku tahu keberadaannya, Seandainya bunda tidak bertanya kepadaku tentang K’vId, aku mungkin tidak akan menyadari bahwa aku tidak lagi pernah bertemu dengannya.
@@@@@
            Pekan ini adalah hari terakhir dimana aku harus menyelesaikan rubrik yang ditugaskan kepadaku, maka untuk menambah referensi tulisanku yang nantinya akan dijadikan sebuah berita, aku harus melakukan infestigasi kesebuah tempat yang menurut informasi adalah tempat prostitusi yang mengumpulkan para remaja sebagai bintang utamanya.
            Rencananya malam nanti akan ku mulai aksiku bersama dua orang temanku, Andra dan Ian. Mereka berdua adalah teman satu profesiku juga di tempat kerja yang sama. Kali ini tidak seperti biasanya, aku tidak akan bertindak langsung turun ke lapangan, tapi Andra dan Ianlah yang akan turun tangan menyamar sebagai lelaki hidung belang yang haus wanita. Ada satu hal lagi yang sangat luar biasa, aksi kami ini bekerja sama dengan pihak kepolisian yang bertujuan untuk menangkap pelaku utama atau pemilik tempat prostitusi itu.
            Pukul 21;00 WIB aksi pun dimulai, Seperti rencana yang sudah diatur sebelumnya, Andra dan Ian menyamar sebagai lelaki pencinta daun muda. Mereka berdua berlagak layaknya om-om kaya raya dengan dandanan yang necis. Sebenarnya usia mereka masih sangat muda tetapi karena postur badan mereka besar-besar jadi tidak terlalu sulit untuk mengakalinya.
            Selama perjalanan menuju ke tempat yang dimaksud, entah mengapa ada perasaan gelisah yang menggelayut di dadaku. Kucoba mencari tahu perasaan apa itu, tapi tak ku temukan jawabannya. Mungkin rasa deg-degan karena infestigasi kali ini adalah infestigasi besar-besaran yang disertai dengan penggerebekan yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian.
            Aku kembali tersentak dengan perasaan yang tak menentu saat mobil yang kutumpangi melewati sebuah toko buku yang tidak lain dan tidak bukan adalah Toko Juni milik Bunda Nala. Nafasku seketika tertahan saat mobil benar-benar berhenti tepat di depan sebuah gang yang nampak dari luar tidak ada kegiatan apa pun.
            Kembali ku teringat malam itu dimana terakhir kalinya aku bertemu dengan K’ Vivid. Gang ini adalah gang yang ditunjuk olehnya  sebagai tempat dimana temannya tinggal.
Andra dan Ian dengan langkah pasti mulai berjalan memasuki gang tersebut, sedangkan aku mengikuti dari belakang, tidak seperti nampak luarnya, tenyata semakin masuk  ke dalam, gang ini tidak sesunyi yang dipikirkan.
            Dari beberapa rumah yang berjejer di gang tersebut, ada satu rumah yang ukurannya lebih besar dibandingkan dengan rumah lain yang ada disekitarnya, satu hal lagi yang membedakan rumah tersebut dengan rumah yang lain adalah intensitas orang yang keluar masuk dari rumah itu. Jelas saja, karena tempat itu adalah tempat yang banyak dicari oleh lelaki buaya darat yang ingin memuaskan nafsu birahinya. Astagfirullah…..!
Tak lama kemudian, Andra dan Ian pun masuk ke dalam rumah tersebut, sedangkan aku hanya memantau situasi dari kejauhan. Benakku bertanya-tanya seperti apa dan bagaimana situasi di dalam sana, juga seperti apa bos besar tempat prostitusu itu.
Menurut informasi yang saya dapa sebelumnya, bahaw bos besar dari tempat prostitusi itu adalah seorang wanita yang katanya masi berusia terbilang muda. Satu hal yang juga menggelitik batinku adalah mengapa orang-orang yang tinggal disekitar rumah itu tidak melaporkan bahwa rumah tersebut dijadikan sebagai tempat kemaksiatan, apakah mereka benar-benar tidak tahu atau memang sengaja tidak mau tahu?. It’s a big question in my head.
Tak lama kemudian gang dimana tempat prostitusi itu berada telah dikepung oleh polisi, mereka semua langsung meringkus rumah tersebut baik dari arah depan maupun dari arah belakang, tak satupun dari mereka bisa meloloskan diri. Satu persatu gadis remaja itu digiring oleh polisi keluar dari sarangnya. Mereka keluar dengan berbagai ekspresi dan berbagai penampakan, ada yang menutupi wajahnya dengan tangan, dengan rambut, dengan kain , dan sebagainya, bahkan ada beberapa dari mereka yang menangis bahkan memberontak melawan polisi.
Aku berjalan mendekati lokasi tersebut, dan nampak olehku sesosok wanita yang sepertinya sangat familiar di mataku keluar dari rumah itu, langsung saja dengan spontan ku tutup mataku lalu kubuka kembali untuk memastikan rasa bahwa apa yang kulihat itu hanyalah fatamorgana, sebuah ilusi atau apalah namanya. Sayang itu hanya sekadar harap.
Rasanya aku tak mampu berkata-kata, sekujur tubuhku gemetar, nafasku seolah hanya tinggal sejengkal saja ditenggorokan, tanpa terasa butiran bening pun membasahi wajahku yang memang sudah lusuh karena keringat yang dingin.
Kecewa, shok, sedih, marah, semua rasa seketika itu jadi satu. K’ Vivid yang selama aku mengenalnya adalah orang yang selalu membeir motifasi kepada kami junionya, seseorang yang lembut tutr katanya, seorang yang cukup religious dan juga cerdas. Tapi hari ini semua cap yang melekat pada dirinya hanyalah sebuah kedok yang dijadikan sebagai topeng penyamaran. Hari ini kali pertama aku melihatnya tanpa jilbab menutupi auratnya.
“Ya rabbku….inikah kaumku dimasa kini?.
“Dan bagaimana nanti dimasa depan?”.
“Engkau yang maha tahu apa yang akan terjadi hari ini dan juga dimasa depan, maka ampunkanlah kami’.
            “Sungguh hanya engkau tempat kami kembali”.
            Sambil kuseka air mataku, dengan sekuat hati kuhampiri dia dan memeluknya, hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya sambil melepas pelukanku kemudian berlalu.
XXXXX
            Karena perbuatannya sendiri yang mempekerjakan anak di bawah umur sebagai pekerja seks komersial, K’ Vid dijatuhi hukuman selama 20 tahun penjara dan tahun ini adalah tahun ketiganya bermukim di lembaga pemasyarakatan.
            K’Vivid bercerita mengapa dia bekerja sebagai pelaku seks komersial waktu itu. K’ Vivid mengatakan bahwa orangtuanya jatuh bangkrut kemudian bercerai, dan akhirnya dia memilih untuk hidup bersama ibunya. Karema tekanan batin akibat kebangkrutan dan perceraiannya, ibu K’ Vid sakit-sakitan dan kemudian meninggal dunia. Saat itu K’ Vid benar-benar merasa terpukul, dia seolah tak  lagi punya pegangan hidup. Pada saat hidupnya bak berada di titik nadir, orang-orang tak bermoral dengan sigapnya sok menjadi pahlawan kesiangan di malam hari. Narkoba, jadi pelampiasan jasadnya kala itu. Karena kecanduannya terhadap narkoba yang tak terbendung lagi, pastinya rupiah menjadi tanda tanya yang memerintah. Saat itulah prostitusi menjadi lahannya untuk menabung rupiah. Pekerjaan merekrut anggota yang notabenenya adalah para gadis-gadis belia sangatlah mudah dilakoninya, hal itu karena K’ Vivid adalah seorang yang sangat pandai berbicara dengan retorika-retorikanya yang menaklukkan sehingga tak seorang pun curiga padanya, salah satunya adalah aku. Saat bersama dengannya tak nampak olehku sedikit pun indikasi kesangarannya. Mungkin karena hijab yang membaluti tubuhnya dan juga kelihaiannya bertutur, begitu pun masyarakat disekitar tempatnya tinggal, mereka hampir setiap bulan mendapatkan uang tutup mulut dari K’Vivid, itulah sehinnga gerak geriknya hampir tida tercium para penegak hokum.
            Setelah mendekam di dalam jeruji besi, K’ Vivid akhirnya sadar bahwa yang dilakukannya selama ini itu adalah salah, sangat menyesal, itulah kalimat yang berulang-ulang kali dia bahasakan kepadaku, saat itu dia benar-benar terjerembab dalam alam nafsu dunianya saja tanpa pernah sebelumnya bernalar panjang dengan akibat yang kemudian nanti akan terjadi. Iming-imingan materi menguliti kulit ari keimanannya dan meruntuhkan keistiqamahan jiwanya, tapi begitulah penyesalan, selalu datangnya di belakang.
            Sebenarnya sampai saat ini pun aku masih tidak percaya dengan apa yang telah terjadi tiga tahu silam, masih tidak habis pikir bahwa K’ Vivid yang sudah ku anngap sebagai kakak kandungku sendiri adalah pebisnis prostitusi besar.
            Ya….begitulah hidup. Sepandai-pandainya kita membentengi diri, tapi jika Allah SWT. berkehendak, kita manusia tidak punya kuasa untuk mengelak. Terus ikhtiar dan berdoa…..karena itu kincinya.
            Pembelajaran hidup yang bagiku adalah sangat-sangat luar biasa. Sekali lagi K’ Vivid semakin menumbuhkan kepekaanku terhadap hidup dengan kisahnya.
TLTLT
            10 tahun sudah berlalu, pada tanggal 7 Mei 2011, K’ Vivid meninggal dunia di dalam tahanan akibat penyakit kanker otak yang dideritanya. Sebagai tanda penyesalannya terhadap apa yang dilakukannya dulu, selama sisa hidupnya dia menjadi motifator bagi sesamanya di dalam tahanan.
            Itulah dia “VIDIA NURMALASARI”.

“Jadilah sebaik-baiknya wanita….Wanita yang dirindukan SYURGA”
Makassar, 8 Oktober 2012.
J-UNI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar