Aktifitas perkuliahan yang cukup padat beberapa bulan terakhir ini membuatku tak lagi sempat melakukan ritual rutin yang biasa aku lakukan sehabis jam kuliahku usai, tapi hari ini aku benar-benar rindu berada disekeliling jejeran rak sambil membuka lambar demi lembar tiap buku yang judulnya menarikku untuk membacanya.
Tepat pukul 4 sore mata kuliah
Kajian/Apresiasi Drama pun usai, sambil menyapa beberapa teman untuk berpamitan
pulang. Otakku pun mulai bernalar memilah milih toko buku yang akan aku
tandangi hari ini. Saking senangnya membaca buku, aku punya beberapa toko buku
favorit yang bukunya memang selalu membiusku untuk memilikinya, dan hari ini
pilihanku tertuju pada toko buku milik Bunda Nala, “JUNI”. Awal ketertarikanku
dengan toko buku ini adalah namanya yang mirip dengan bulan lahirku dan juga
namaku sendiri, “JUNI’. Karena rasa penasaranku dengan kemiripan itu, tempo
hari aku bertanya pada Bunda Nala mengenai hal tersebut, Bunda Nala pun memberi
tahu bahwa nama toko bukunya itu terinspirasi dari nama anaknya yang sudah
meninggal sejak lima tahun yang lalu.
Setelah mendapatkan dua buah buku
yang sangat inspiratif, puas menjelajahi hampir seluruh isi toko dan juga
melepas rindu pada Bunda Nala yang memang sudah beberapa lama tidak bertemu,
aku pun berpamitan untuk pulang.
Sambil menunggu angkutan umum,
jemariku kutarikan di atas tombol-tombol hpe yang fonem-fonemnya sudah mulai
lusuh karena seringnya kuraba, ya…..aku sibuk membalas pesan yang dikirim oleh
bundaku, sepertinya beliau sudah sangat khawatir karena aku belum juga sampai
di rumah. Tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar ditelingaku dari arah
belakang dengan sapaan favoritku, “dinda”. Benar saja, seperti dugaanku, dia adalah
K’ Vivid. K’ Vivid adalah seniorku di kampus dengan jurusan yang sama,
Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia, dia juga adalah salah seorang wanita
yang ku kagumi selain bundaku, kakak perempuanku, dan Oky Setiana Dewi, karena motifasi-motifasinya yang luar biasa
dan tutur katanya yang begitu santun, saking akrabnya, orang sering mengira
bahwa kami seayah ibu.
‘Assalamualaikum dinda…”. Sapanya
dengan ringan.
‘Wa alaikum salam warahmatullah….K’
Vid, ngapain di sini?”. Tanyaku agak sedikit terkejut.
“Mau berkunjung ke rumah teman yang
lagi sakit, rumahnya tidak jauh dari sini”. Sambil menunjuk kearah sebuah gang yang
nampaknya cukup lengang.
“Ohw….”. Jawabku singkat.
Ditengah percakapan, terdengar
alunan suara Maher Zaen yang begitu sangat merdu seketika membuyarkan fokus
kami yang tengah larut dalam adukan keakraban. Alunan suara itu ternyata berasal
dari hpe K’ Vivid yang berada digenggaman tangannya. Sembari meletakkan hpe di
telinga, K’ Vivid pun melangkah kecil agak menjauh dari tempat dimana aku
berdiri. Selang beberapa menit kemudia K’Vivid kembali menghampiriku.
“Maaf ya dinda, lain kali ngobrolnya disambung
lagi, karena sudah sedari tadi saya ditunggu oleh teman di sana”. Tiba-tiba K”
Vivid nampak terburu-buru sesaat setelah menerima telfon dari seseorang yang
entah aiapa.
“Assalamualaikum…..”. Sambil
menjabat tanganku kemudian berlalu dari hadapanku.
“Wa alaikum salam
warahmatullah….”Jawabku sambil melempar senyum ke arahnya.
Beberapa menit kemudian aku pun naik
ke angkutan umum yang akan membawaku kembali ke rumah. Sesak, itu yang aku
rasakan saat kududukkan badanku di dudukan yang lagi tidak terasa empuk.
Bagaimana tidak, selain sudah sesak dengan manusia mobi ini juga disesaki
barang bawaan masing-masing penumpang. Wajah lusuh dan lelah tergores diraut
yang kupandangi satu persatu, inilah pemandangan malam yang menjadi konsumsiku
saat senja bergulir remang.
1 jam perjalanan, akhirnya tiba juga
di rumah, dan seperti biasa…..bunda menyambutku dengan pelukan hangat yang
disusul berondongan pertanyaan dari mana, dengan siapa, kenapa, dan
sebagainnya. Heemmm……itulah bundaku dengan rasa perhatiannya, tidak cuma padaku
tapi juga kepada orang seisi rumahku.
$$$$$
Sembari menunggu Syfa sahabatku
datang, aku mampir dulu sejenak di warung Pak Jafar yang letaknya tepat berada
di sebelah kanan pintu masuk kampus untuk sekadar melepas dahaga yang sedari
tadi seolah mencekik keronkonganku. Ini hari memang mentari menyapa dengan
bringasnya, al hasil jejeran penjual minuman dingin pun bak panen rupiah di
padang pasir dan semua orang bak antri sembako menunggu giliran namanya
dipanggil, tapi inilah gambaran adilnya Allah SWT., dibalik teriknya matahari
ada hamba-Nya yang lain sedang mengais rejeki untuk menyambung nafas.
Lima menit berlalu Syfa pun datang
menghampiriku, sembari menunggu jam mata kuliah dimulai, seprti biasa kami selalu
berdiskusi kecil tentang berbagai hal, kali ini kami berdiskusi mengenai rubrik
yang harus aku isi pada sebuah majalah tempatku bekerja. Aku adalah seorang
jurnalis, ya….itulah salah satu aktifitasku selain menjadi seorang mahasiswa. Ketertarikanku
menjadi seorang jurnalis mungkin karena kegemaranku menulis. Kali ini aku
ditugasi untuk mengisi rubrik sosial dengan topik “Seks Komersial’. Topik yang
cukup berat untukku, tapi sebagai jurnalis yang professional tak boleh ada kata
sulit, semuanya harus dikerjakan dengan penuh tanggung jawab terhadap apa yang
nantinya akan tersaji di hadapan publik.
Jam di tanganku sudah menunjukkan
pukul 13:00 WIB, aku dan Syfa segera
beranjak dari mesjid kampus, karena setelah tadi mampir sejenak di warung Pak
Jafar, kami berdua pun menyempatkan diri untuk shalat dzuhur terlebih dahulu
sebelum masuk kelas untuk mengikuti perkuliahan yang sudah berderet sampai
malam nanti.
#####
Sekarang adalah hari ahad, kali ini
aku tak ingin seperti pekan-pekan kemarin, walau hari libur aku tetap
beraktifitas di luar rumah, pokoknya hari ini tidak ada aktifitas selain berkumpul
bersama ibu, ayah, dan kakak perempuanku satu-satunya.
Pagiku dimulai dengan membantu ibu
mempersiapkan sarapan pagi. Sembari
bersibuk-sibuk ria, aku dan ibu berbincang-bincang santai. Tiba-tiba ibu
menghentikan adukan nasi gorengku dengan pertanyaannya.
“Ni, kok Vivid sudah tidak pernah
mampir ke rumah lagi, kalian ada masalah ya?”. Tanya bunda dengan ekspresi yang
sangat serius.
“Tidak ada masalah kok bun, mungkin
K’ Vivid lagi sibuk mengurusi skripsinya, Juni juga jarang bertemu K’ Vid di
kampus, hpe-nya juga tidak aktif”.Jawabku dengan muka santai, padahal pikiranku
melayang.
Sejak malam itu, di depan toko buku
Bunda Nala. K’ Vivid tidak pernah lagi ku lihat dan ku tahu keberadaannya,
Seandainya bunda tidak bertanya kepadaku tentang K’vId, aku mungkin tidak akan
menyadari bahwa aku tidak lagi pernah bertemu dengannya.
@@@@@
Pekan ini adalah hari terakhir
dimana aku harus menyelesaikan rubrik yang ditugaskan kepadaku, maka untuk
menambah referensi tulisanku yang nantinya akan dijadikan sebuah berita, aku
harus melakukan infestigasi kesebuah tempat yang menurut informasi adalah
tempat prostitusi yang mengumpulkan para remaja sebagai bintang utamanya.
Rencananya malam nanti akan ku mulai
aksiku bersama dua orang temanku, Andra dan Ian. Mereka berdua adalah teman
satu profesiku juga di tempat kerja yang sama. Kali ini tidak seperti biasanya,
aku tidak akan bertindak langsung turun ke lapangan, tapi Andra dan Ianlah yang
akan turun tangan menyamar sebagai lelaki hidung belang yang haus wanita. Ada
satu hal lagi yang sangat luar biasa, aksi kami ini bekerja sama dengan pihak
kepolisian yang bertujuan untuk menangkap pelaku utama atau pemilik tempat
prostitusi itu.
Pukul 21;00 WIB aksi pun dimulai,
Seperti rencana yang sudah diatur sebelumnya, Andra dan Ian menyamar sebagai
lelaki pencinta daun muda. Mereka berdua berlagak layaknya om-om kaya raya dengan
dandanan yang necis. Sebenarnya usia mereka masih sangat muda tetapi karena
postur badan mereka besar-besar jadi tidak terlalu sulit untuk mengakalinya.
Selama perjalanan menuju ke tempat
yang dimaksud, entah mengapa ada perasaan gelisah yang menggelayut di dadaku.
Kucoba mencari tahu perasaan apa itu, tapi tak ku temukan jawabannya. Mungkin
rasa deg-degan karena infestigasi kali ini adalah infestigasi besar-besaran
yang disertai dengan penggerebekan yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian.
Aku kembali tersentak dengan
perasaan yang tak menentu saat mobil yang kutumpangi melewati sebuah toko buku
yang tidak lain dan tidak bukan adalah Toko Juni milik Bunda Nala. Nafasku
seketika tertahan saat mobil benar-benar berhenti tepat di depan sebuah gang
yang nampak dari luar tidak ada kegiatan apa pun.
Kembali ku teringat malam itu dimana
terakhir kalinya aku bertemu dengan K’ Vivid. Gang ini adalah gang yang ditunjuk
olehnya sebagai tempat dimana temannya
tinggal.
Andra dan Ian dengan langkah pasti
mulai berjalan memasuki gang tersebut, sedangkan aku mengikuti dari belakang,
tidak seperti nampak luarnya, tenyata semakin masuk ke dalam, gang ini tidak sesunyi yang
dipikirkan.
Dari beberapa rumah yang berjejer di
gang tersebut, ada satu rumah yang ukurannya lebih besar dibandingkan dengan
rumah lain yang ada disekitarnya, satu hal lagi yang membedakan rumah tersebut
dengan rumah yang lain adalah intensitas orang yang keluar masuk dari rumah
itu. Jelas saja, karena tempat itu adalah tempat yang banyak dicari oleh lelaki
buaya darat yang ingin memuaskan nafsu birahinya. Astagfirullah…..!
Tak lama kemudian, Andra dan Ian
pun masuk ke dalam rumah tersebut, sedangkan aku hanya memantau situasi dari
kejauhan. Benakku bertanya-tanya seperti apa dan bagaimana situasi di dalam
sana, juga seperti apa bos besar tempat prostitusu itu.
Menurut informasi yang saya dapa
sebelumnya, bahaw bos besar dari tempat prostitusi itu adalah seorang wanita yang
katanya masi berusia terbilang muda. Satu hal yang juga menggelitik batinku
adalah mengapa orang-orang yang tinggal disekitar rumah itu tidak melaporkan
bahwa rumah tersebut dijadikan sebagai tempat kemaksiatan, apakah mereka benar-benar
tidak tahu atau memang sengaja tidak mau tahu?. It’s a big question in my head.
Tak lama kemudian gang dimana
tempat prostitusi itu berada telah dikepung oleh polisi, mereka semua langsung
meringkus rumah tersebut baik dari arah depan maupun dari arah belakang, tak
satupun dari mereka bisa meloloskan diri. Satu persatu gadis remaja itu
digiring oleh polisi keluar dari sarangnya. Mereka keluar dengan berbagai
ekspresi dan berbagai penampakan, ada yang menutupi wajahnya dengan tangan,
dengan rambut, dengan kain , dan sebagainya, bahkan ada beberapa dari mereka
yang menangis bahkan memberontak melawan polisi.
Aku berjalan mendekati lokasi
tersebut, dan nampak olehku sesosok wanita yang sepertinya sangat familiar di
mataku keluar dari rumah itu, langsung saja dengan spontan ku tutup mataku lalu
kubuka kembali untuk memastikan rasa bahwa apa yang kulihat itu hanyalah
fatamorgana, sebuah ilusi atau apalah namanya. Sayang itu hanya sekadar harap.
Rasanya aku tak mampu berkata-kata,
sekujur tubuhku gemetar, nafasku seolah hanya tinggal sejengkal saja
ditenggorokan, tanpa terasa butiran bening pun membasahi wajahku yang memang
sudah lusuh karena keringat yang dingin.
Kecewa, shok, sedih, marah, semua
rasa seketika itu jadi satu. K’ Vivid yang selama aku mengenalnya adalah orang
yang selalu membeir motifasi kepada kami junionya, seseorang yang lembut tutr
katanya, seorang yang cukup religious dan juga cerdas. Tapi hari ini semua cap
yang melekat pada dirinya hanyalah sebuah kedok yang dijadikan sebagai topeng
penyamaran. Hari ini kali pertama aku melihatnya tanpa jilbab menutupi
auratnya.
“Ya rabbku….inikah kaumku dimasa
kini?.
“Dan bagaimana nanti dimasa
depan?”.
“Engkau yang maha tahu apa yang
akan terjadi hari ini dan juga dimasa depan, maka ampunkanlah kami’.
“Sungguh hanya engkau tempat kami
kembali”.
Sambil kuseka air mataku, dengan sekuat
hati kuhampiri dia dan memeluknya, hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya
sambil melepas pelukanku kemudian berlalu.
XXXXX
Karena perbuatannya sendiri yang
mempekerjakan anak di bawah umur sebagai pekerja seks komersial, K’ Vid
dijatuhi hukuman selama 20 tahun penjara dan tahun ini adalah tahun ketiganya
bermukim di lembaga pemasyarakatan.
K’Vivid bercerita mengapa dia
bekerja sebagai pelaku seks komersial waktu itu. K’ Vivid mengatakan bahwa
orangtuanya jatuh bangkrut kemudian bercerai, dan akhirnya dia memilih untuk
hidup bersama ibunya. Karema tekanan batin akibat kebangkrutan dan
perceraiannya, ibu K’ Vid sakit-sakitan dan kemudian meninggal dunia. Saat itu
K’ Vid benar-benar merasa terpukul, dia seolah tak lagi punya pegangan hidup. Pada saat hidupnya
bak berada di titik nadir, orang-orang tak bermoral dengan sigapnya sok menjadi
pahlawan kesiangan di malam hari. Narkoba, jadi pelampiasan jasadnya kala itu.
Karena kecanduannya terhadap narkoba yang tak terbendung lagi, pastinya rupiah
menjadi tanda tanya yang memerintah. Saat itulah prostitusi menjadi lahannya
untuk menabung rupiah. Pekerjaan merekrut anggota yang notabenenya adalah para
gadis-gadis belia sangatlah mudah dilakoninya, hal itu karena K’ Vivid adalah
seorang yang sangat pandai berbicara dengan retorika-retorikanya yang
menaklukkan sehingga tak seorang pun curiga padanya, salah satunya adalah aku.
Saat bersama dengannya tak nampak olehku sedikit pun indikasi kesangarannya.
Mungkin karena hijab yang membaluti tubuhnya dan juga kelihaiannya bertutur, begitu
pun masyarakat disekitar tempatnya tinggal, mereka hampir setiap bulan
mendapatkan uang tutup mulut dari K’Vivid, itulah sehinnga gerak geriknya
hampir tida tercium para penegak hokum.
Setelah mendekam di dalam jeruji
besi, K’ Vivid akhirnya sadar bahwa yang dilakukannya selama ini itu adalah salah,
sangat menyesal, itulah kalimat yang berulang-ulang kali dia bahasakan
kepadaku, saat itu dia benar-benar terjerembab dalam alam nafsu dunianya saja
tanpa pernah sebelumnya bernalar panjang dengan akibat yang kemudian nanti akan
terjadi. Iming-imingan materi menguliti kulit ari keimanannya dan meruntuhkan
keistiqamahan jiwanya, tapi begitulah penyesalan, selalu datangnya di belakang.
Sebenarnya sampai saat ini pun aku
masih tidak percaya dengan apa yang telah terjadi tiga tahu silam, masih tidak
habis pikir bahwa K’ Vivid yang sudah ku anngap sebagai kakak kandungku sendiri
adalah pebisnis prostitusi besar.
Ya….begitulah hidup.
Sepandai-pandainya kita membentengi diri, tapi jika Allah SWT. berkehendak,
kita manusia tidak punya kuasa untuk mengelak. Terus ikhtiar dan
berdoa…..karena itu kincinya.
Pembelajaran hidup yang bagiku
adalah sangat-sangat luar biasa. Sekali lagi K’ Vivid semakin menumbuhkan
kepekaanku terhadap hidup dengan kisahnya.
TLTLT
10 tahun sudah berlalu, pada tanggal
7 Mei 2011, K’ Vivid meninggal dunia di dalam tahanan akibat penyakit kanker
otak yang dideritanya. Sebagai tanda penyesalannya terhadap apa yang dilakukannya
dulu, selama sisa hidupnya dia menjadi motifator bagi sesamanya di dalam
tahanan.
Itulah dia “VIDIA NURMALASARI”.
“Jadilah sebaik-baiknya
wanita….Wanita yang dirindukan SYURGA”
Makassar,
8 Oktober 2012.
J-UNI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar