"Bahasa bukanlah perpanjangan pikiran.....
Bahasa merupakan medium untuk memproyeksikan gagasan abstrak menjadi sebuah kenyataan"

JOHN DEWEY

Selasa, 18 November 2014

AKU, HUJAN, DAN SENJA


JIKA AKU ADALAH HUJAN maka hampir tiap hari aku menyapamu ditiap riciknya, memanggil namamu ditiap derasnya.

JIKA AKU ADALAH SENJA maka biarkan jinggaku tetap menjingga di langit hatimu seperti bintang yang tergelantung di langit, seperti kumbang yang bertengger di ranumnya bunga mawar

jika senja esok hujan kembali bertamu, maka suguhkanlah secangkir senyuman saja ditiap hembus anginnya.

RencanaMU yang memesona


"begitu indahnya rencanaMU yang memesona
tak tergambar dalam imaji hati tak suci
hanya kebesaramMu, hanya kasih sayangMU yang memutar indah sang takdir
meluruskan yang kusut dan membenarkan yang kalut
DitanganMUlah penentu semua peristiwa
hanya dengan satu katamu
"kun!!" (jadilah!!)
"fayakun" (maka jadilah ia)

Bertasbih hamba di langit CintaMU

Senin, 17 November 2014

Hujan adalah Pertanda


Teringat, saat bulir-bulir hujan jatuh satu-satu memeluk tanah tanpa perduli ku kuyup, kau bilang, hujan
 adalah pertanda, ya, dia mengalir menggulung sepi sampai ke bibir ubun-ubun yang dikecup senja.

Ada diam dibalik pertanda, bersorak menyorak menepi seperti aku yang menghilang dalam sepi, dan kau mungkin akan berlalu menjelajah mimpi tanpa lagi menoleh menepuk jejakku yang luruh bersama waktu.

Besok atau beribu besok, hujan tetap saja hujan, dia adalah tanda yang kita sepakati bersama menjadi rindu yang datang tidak sesekali namun berjeda.

Hujan bukanlah pertanda sua yang usai , tetapi temu yang berulang. Dia meresapi tanah, menjelajah cerita, menggunduk kisah juga menabung rasa, kemudian menyemai kata. Lalu rimbunlah ia di atap langit, tumpah menumpah bak petasan perhiasan malam.

Maka hujan adalah pertanda, rindu datang disela-sela rambutku yang tergelung rapih.

Senin, 10 November 2014

SERUPA

Jika hujan serupa cerita beralinea panjang
yang mengurai rindu satu-satu pada tiap vokal konsonannya
 maka malam serupa tanah yang setia bungkam pada angin

Senin, 13 Oktober 2014

GUGURAN HATI


Ini sudah musim gugur, dan seperti tahun-tahun yang telah berlalu, maple diluar sana luruh menggugur satu-satu, gunduk menggunduk berbaur kuning merah berwarna, hari ini malam akan lagi datang secepat aku kehilangan jejak ibu pada hari itu.
Ya, sudah tiga malam sejak ibu pergi dariku dan hanya meninggalkan dua baris kalimat yang ia torehkan di atas selembar kertas berwarna ungu favoritku beserta mantel bulu berwarna coklat favoritnya.
Ibu sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluanku jika musim dingin kembali datang, tapi ada satu hal yang ibu lupa, ia lupa mempersiapkan hatiku lebih dulu, hatiku yang akan ikut membeku saatm gugur berganti dingin, akan selama itukah ibu pergi dan meninggalkanku hanya dengan air mata mengereta yang rapat merapat dipelipisku ? Coba saja aku tahu, aku juga akan menghiasi makamku dengan bunga- bung musim gugur seperti makam ibu yang masih basah, ya....coba saja.

Sabtu, 27 September 2014

KALI INI EMBUN


Embu pagi tadi kulihat lagi jatuh satu-satu
Meresapi tanah berbaur debu
Sedagkan serat-serat lembayung mulai rapat merapat menggumpal bergumul
Akan hujan mungkin
Ah.....mungkin tidak, hanya bertemu rindu lembatung tatap menatap
Ya, biar hujan datang besok saja, biarkan embun tuntaskan tugasnya

Sabtu, 26 Juli 2014

MUSIM BERGANTI


 Entahlah........

Ketika bulir-bulir embun rapat merapat pada kulit ari pohon-pohon ketapang yang sedang menunggu mati,
mungkin juga langkahmu akan seinci demi seinci merayap jauh menjauh acuh seperti ramadhan yang mulai mengemas langkah untuk berlalu.

Ya, kuhanya menyapa perjalanan waktu,
yang terlalu cepat menghadirkan riak-riak rindu sebelum ransel dipunggungnya belum terisi penuh dengan doa-doaku yang panjang memanjang.
Ini sudah setengah jalan, 
bertanda musim akan segera berganti.   

Kamis, 05 Juni 2014

AKU DAN KAMI DALAM 25 MENIT


KARENA KUASANYA
Lirik mata mereka terus saja mengekori jejakku tiap inci
Nampak berbeda
Ya, mungkin saja
Tapi, taktahukah mereka?
Aku ada, karena tiupan ruh dariNya.


PERTEMUAN INI
Terik sudah seperti satu jengkal di atas kepala
Namun langkah tetap gesit mengayun pasti
La Galigo, itu yang kutuju
Bertemu banyak mata juga wajah berbingkai senyum berbinar
Ada sepasang mata
Dia…..
Tubuh mungil juga lincah, membekal ilmu penuh kesan
Sungguh, pertemuan yang takdisangka
Kami, terkes

Sabtu, 17 Mei 2014

CA'MA PAGI-PAGI


Ini pagi terhidang kue di atas nampan menyapa,
memanggil-manggil melambai-lambai untuk dica'ma.
Kulirik roko'-roko' unti berbaju hijau tua itu,
tapi....putu cangkiri' putih di sebelahnya lebih menggoda inginku.
Ah.....telingaku terlalu sensitif sepertinya,
suara seruput secangkir kopi toraja ingin ia dengar lebih dulu.
Pawa isi kacangpun tidak mau kalah gaya,
menari-nari berputar-putar merayu menggidik.
Ca'ma pagi-pagi di kota daeng,
berteman mentari yang mengintip malu-malu di celah dedaunan pohon merindang itu.
Ah....indahnya bertemu pagi.





Senin, 31 Maret 2014

SEBELUM PELANGI BERANJAK PERGI


Ada bola mata berbinar terang di sudut sana yang mengintipmu diam-diam di sela-sela jamari tangannya sembari memunajatkan namamu perkata saat malam mulai merayapi raga-raga yang menagih janji pada langit dan pada saat subuh mulai berselimut bulir-bulir embun, apa kau tahu? Kurasa tidak.
         
Dan kuberi tahu padamu, hari ini dia juga berharap hujan kembali mengetuk-ngetuk riuh atap kamarnya, agar dia kembali bisa menaruh satu-satu harapannya tentangmu pada tiap warna warni pelangi yang menyusul bertamu saat hujan mericik yang terakhir.

Maka apa yang bisa kau lakukan setelah ini kuberi tahu? Hanya diam dan mengatup hati? Atau hanya membilang hari dengan jemari menguncup? Atau hanya menunggu menahun sampai nisannya bertumbuh ilalang?

Katakanlah sesuatu sebelum pelangi benar-benar beranjak pergi…….


 J-UNI

Kamis, 27 Maret 2014

MELEPAS PERGI

Malam semakin larut, semua raga kini tengah asyik membingkai mimpi satu-satu. Di luar sana sesekali kokok ayam jantan sterdengar beradu dengan sepoi angin. Lalu bagaimana denganmu, apakah bunga tidur sudah meracuni ragamu, hingga hanya lunglai menggeletak pasrah di bawah langit-langit kamarmu?. Sesekali bertanyalah padaku, apakah malam ini bingkai mimpiku juga akan berhias bunga tidur atau aku hanya diam menatap layar komputer yang berlukiskan fatamorgana. Ah......sayangnya, aku bercerita hanya pada malam kosong lagi hening. 

Tapi.....bagaimana tentang kepergianmu, tak adakah sepucuk surat atau sebait puisi yang kau letakkan dalam sebuah kotak pensil untukku? 

Sudahlah....ini hanya kiasan gimik tentang hati. Tak perlu kau jawab, tersenyumpun itu sudah lebih dari cukup.


J-UNI.

LARUNG PERAHU


Kau serupa perahu yang kularungkan menjelajah
Jauh......meliuki lipatan ombak menggulung
Tapi ingat, dermagaku adalah tempat berlabuhmu kelak, ya....jika kau kembali
Karena aku menunggu........

J-UNI

Selasa, 25 Maret 2014

HUJAN BULAN JUNI



“tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu”




Senin, 24 Maret 2014

APA KABAR HATI?



Seketika hujan henti mericik berganti sepoi angin beradu nada pelan
Retinaku nanar spontan mengawang melayang menatap atap bumi gusar
Kutelisik tiap inci lipatan hati dengan tanya mencecar jawab harap

Apa kabar hati?
Masihkah dia menyimpan janji pada sendu rinainya hujan yang mericik beberapa saat yang lalu?
Atau mungkin sudah meresapi pori-pori tanah yang masih basah yang esok mungkin akan mengering karena terik?

Apa kabar hati?
Masikah baginya hujan juga pertanda ada rindu disetiap detik riciknya yang yang gemulai?
Ataukah hujan hanya air tumpahan dari langit yang mengakukan raga dan mengular dibalik selimut?


Ah hati…..masihkah namaku bertengger rapih di pucuk pohon berbunga itu?
Ataukah sudah tersapu hujan dan guliran waktu?

Entahlah…..


J-UNI