"Bahasa bukanlah perpanjangan pikiran.....
Bahasa merupakan medium untuk memproyeksikan gagasan abstrak menjadi sebuah kenyataan"

JOHN DEWEY

Rabu, 10 Januari 2018

RINDU

Rindu, pada apa-apa yang lama berjeda ...

Sabtu, 01 April 2017

KAU, HARUS KUBACA APA?

Lalu, kau harus kubaca apa, jika huruf-hurufmu tak lengkap?
Lantas apa yang harus kubaca?
Tak ada kata apa lagi frasa.
Lalu, kau harus kubaca apa? Kabur, diam, hilang.

Jumat, 27 Januari 2017

SOUL-MATE



Karena mereka......
Jarak bukan pengikis ingatan, tapi pengikat rindu.
Karena mereka......
Jarak bukan jeda yang kosong tersebab diam.
Karena mereka.....
Sapa tidak harus karena sekadar kepentingan.
Karena mereka......
Bukan sekadar cerita ber-isi, tetapi buku rupa-rupa ilmu.
Ya, karena mereka, jarak, ingatan, rindu, jeda, sapa bukan cerita tanpa isi,
tetapi belajar tanpa bayar.

Kamis, 26 Januari 2017

JANGAN JADI YANG TIDAK PEKA


Tari Pakarena (Tarian Khas Sulawesi Selatan)
 Satu
Dua
Tiga
Nyiur meliuk melirik memberi pertanda
Pertanda?
ya, pertanda. Pertanda alam beranak pinak penuh berduri,
penuh berpeluh salah juga lelucon bak gulungan sampah
Ingat kan?
Kemarin, sawah kehijauan masih membentangi pertiwi tiap tapaknya
Detik ini, beton-beton tegap menjulang berdebu melingkari lagit,
mengereta, memagari tanah-tanah hijau hingga habis mongering
Di mana kita? Di mana kau?
Oh zaman……
Merubah semua rupa-rupa menjadi lupa
Oh zaman….
Merubah semua rupa-rupa menjadi cermin pemantul
Oh zaman
Merubah semua rupa-rupa menjadi khianat
Kita…..kau…..
Kenapa harus suka Harlem Shake sementara ada Pakarena?
Kenapa harus suka K-Pop sementra ada Gandrang Bulo?
Kenapa harus suka Rainbow Cake sementara ada Kue Lapis?
Ketinggalan zaman?
Ya, itu bagi pemikir dangkal
Kita atau kau…..
Harusnya bukan rupa-rupa yang lupa, lupa tanah tempat berpijak
Kita juga kau…..
Harusnya bukan rupa-rupa layaknya cermin pemantul, menjadi fanatik perusak akar
Kita dan kau…..
Harusnya bukan rupa-rupa yang khianat, luput di mana kaki menapak…..
Ah senja, hilang malu-malu mengatupi kaki langit,
menanda renungan mulai khusuk
Semoga…

Sabtu, 30 Januari 2016

TIGGAL RANGKA



Malam tambah merasuk, 
rimba jadi semati tugu. 
Tubuhku diam dan sendiri, 
cerita dan peristiwa berlalu beku. 
Darahku mengental pekat. 
Aku tumpat pedat.
 Dia bertanya jam berapa? 
Sudah larut sekali. 
Hilang tenggelam segala makna. 
Dan gerak tak punya arti. 
Aku terpanggang tinggal rangka

Sabtu, 10 Oktober 2015

EMBUN DAN PERASAAN


Kenapa embun itu indah,
Karena butir airnya tidak menetes
Sekali dia menetes, tidak ada lagi embun
Kenapa purnama itu elok,
Karena bulan balas menatap di angkasa
Sekali dia bergerak, tidak ada lagu purnama
Aduhai, mengapa sunset itu menakjubkan
Karena matahari menggelayut malas di kaki langit
Sekali dia melaju, hanya tersisa gelap dan debur ombak
Mengapa pagi itu menenteramkan dan dingin
Karena kabut mengambang di sekitar
Sekali dia menguap, tidak ada lagi pagi
Di dunia ini,
Duhai, ada banyak sekali momen-momen terbaik
Meski singkat, sekejap,
Yang jika belum terjadi langkah berikutnya
Maka dia akan selalu spesial
Sama dengan kehidupan kita, perasaan kita,
Menyimpan perasaan itu indah
Karena penuh misteri dan menduga
Sekali dia tersampaikan, tidak ada lagi menyimpan
Menunggu seseorang itu elok
Karena kita terus berdiri setia
Sekali dia datang, tidak ada lagi menunggu
Bersabar itu sungguh menakjubkan
Karena kita terus berharap dan berdoa
Sekali masanya tiba, tiada lain kecuali jawaban dan kepastian
Sungguh tidak akan keliru bagi orang2 yang paham
Wahai, tahukah kita kenapa embun itu indah?
Karena butir airnya tidak menetes,
Sekali dia menetes, tidak ada lagi embun.
Masa singkat yang begitu berharga.
*Tere Liye

My pavorite poem

Selasa, 06 Oktober 2015

DiaLOG dUA jiwa


 Ini hari yang berpeluh, 
akhir pulang bersama senja.

Akan ada malam yang damai, 
tuk jadi buaian ditemani mimpi bertemu pangeran.

Ah, sayang sekali, tidak malam ini.
Tumpukan kertas menggunung, bak kelasih berteman malam, 
menunggu subuh yang menggigil.

Ada jeda di jiiwa,
biarkan mengelana bebas.

Tapi jeda hanya fatamorgana, 
pelengkung senyum yang pura-pura.

Duhai yang senyumnya bak rembulan yang purnama,
jangan takutkan fatamorgana.

Fatamorgana hanya delusi, bukan tempatku bermain mimpi,
karena hidup adalah nyata, maka hadapi

Setidaknya ada indah di sana, 
maka apa salah sejenak tinggal.

Tinggal hanya menyekat waktu,sedang hari sekejap berganti pekan,
tak ada diam di sana. Diam hanya menua sia-sia.

Tergesa mengejar hari juga tak elok, diammu takkan sia-sia,
jika makna kau jelaskan.

Bukan tergesa, hanya berkemas,
sebelum nafas taklagi bersambung.

Ya, berkemas, tetap nikmati fatamorgana.

Ah, fatamorgana, bak rembulan berlembayung gulita,
hanya indah yang menipu.

Sudahlah, kau jiwa yang adalah aku, 
aku adalah bayang jiwamu,
yang hidup pada malam-malam bersinar mentari.

Berdamailah.....