Teringat, saat bulir-bulir hujan jatuh satu-satu memeluk tanah tanpa
perduli ku kuyup, kau bilang, hujan
adalah pertanda, ya, dia mengalir
menggulung sepi sampai ke bibir ubun-ubun yang dikecup senja.
Ada diam dibalik pertanda, bersorak menyorak menepi seperti aku yang
menghilang dalam sepi, dan kau mungkin akan berlalu menjelajah mimpi
tanpa lagi
menoleh menepuk jejakku yang luruh bersama waktu.
Besok atau beribu besok, hujan tetap saja hujan, dia adalah tanda
yang kita sepakati bersama menjadi rindu yang datang tidak sesekali
namun berjeda.
Hujan bukanlah pertanda sua yang usai , tetapi temu yang berulang.
Dia meresapi tanah, menjelajah cerita, menggunduk kisah juga menabung
rasa, kemudian menyemai kata. Lalu rimbunlah ia di atap langit, tumpah
menumpah bak petasan perhiasan malam.
Maka hujan adalah pertanda, rindu datang disela-sela rambutku yang tergelung rapih.